URGENSI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH
SATELIT
UNTUK PERTAHANAN KEAMANAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
UNTUK PERTAHANAN KEAMANAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
PENDAHULUAN
Sejak awal peradaban manusia telah
muncul kesadaran untuk mengetahui hakekat bumi sebagai tempat tinggal manusia.
Berawal dari kesadaran tersebut maka berkembanglah berbagai studi tentang ilmu
kebumian, seperti Geografi, Geologi, Hidrologi, Meteorologi, Klimatologi dan
lain-lain. Sejalan dengan perkembangan jaman muncul studi kebumian yang
memusatkan perhatian pada aspek khusus, seperti Geodesi (tentang bentuk dan
ukuran bumi), Kartografi (tentang cara menggambarkan permukaan bumi) dan
terakhir Fotogrametri (penggambaran muka bumi via media foto dan citra
penginderaan jauh). Kemampuan peradaban manusia dan semakin padatnya penduduk
bumi, melahirkan kesadaran moral, manusia untuk tidak memperlakukan lingkungan
tempat tinggalnya dengan semena-mena, sehingga dipandang perlu adanya manajemen
pembangunan lingkungan (wilayah) untuk memelihara keseimbangan lingkungan,
mencegah kerusakan dan dapat mengantisipasi keadaan yang akan datang. Sebagai
sarana perencanaan pembangunan wilayah memerlukan peta kondisi lingkungan yang
mutakhir beserta potensi dan kendala yang dimiliki daerah tersebut Kebutuhan
ini mendorong percepatan atau perkembangan pengumpulan informasi geografi dan
pemetaan yang mutakhir dalam hal ini teknologi penginderaan jauh (Inderaja)
yang dari waktu ke waktu semakin maju dikembangkan untuk mampu menjawab
tantangan kebutuhan tersebut.
Melalui pendekatan interdisipliner
dari berbagai cabang ilmu kebumian seperti : geografi, geologi, geomorfologi,
petrologi, klimatologi, meteorologi dan geofisika, maka informasi tentang
segala fenomena dan latar belakang masalah kebumian dapat diungkapkan dengan
lebih jelas, spesifik dan lebih bermakna. Pelibatan cabang-cabang ilmu kebumian
tersebut (sebagai ilmu bantu) dalam mengupas/mengatasi suatu fenomena atau
masalah kebumian, dapat menghasilkan suatu kajian yang lengkap dan
komprehensif. Pemanfaatan remote sensing dan fotogrametri merupakan suatu
revolusi dalam mengungkap fenomena (masalah kebumian). Dengan remote sensing
dan fotogrametri yang pada dasarnya merupakan perpaduan antara iptek kebumian,
teknologi informasi dan komputer telah dapat mempercepat proses identifikasi
dan pemahaman atas masalah yang terjadi pada ruang muka bumi (geospatial)
secara interrelationship dan/atau interdependental. Melalui pendekatan
antardisiplin ilmu (multi disiplinery approach) terhadap suatu masatah
geospatial dan penggunaan teknologi remote sensing serta computer secara terpadu
telah menjadi suatu sarana yang ampuh dalam memecahkan masalah geospatial
secara cepat dan akurat.
SEKILAS PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
INDERAJA (REMOTE SENSING).
Lahirnya teknologi Inderaja erat kaitannya
dengan teknologi pesawat atau wahana terbang seperti balon udara pesawat
terbang dan satelit serta teknologi di bidang fotografi danlatau fotogrametri.
Pada Perang Dunia ke-II terjadi persaingan teknologi militer antara pihak
Amerika dan sekutunya dengan pihak Jerman dan Jepang sebagai lawannya untuk memperoleh
keunggulan. Salah satu teknologi tersebut adalah teknologi lnderaja yakni
kemampuan mendeteksi kekuatan musuh dari jarak jauh melalui pemotretan dari
wahana atau pesawat terbang. Setelah ditemukan dan dikembangkannya teknologi
Fotogrametri yang dapat mentransformasikan citra foto ke bentuk peta garis
(peta topografi), mulailah sejak itu dikenal metode fotogrametri di bidang
pemetaan topografi. Sejalan dengan kemajuan peradaban, ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka teknologi Inderaja juga mengalami kemajuan yang pesat. Dengan
melibatkan ahli-ahli di bidang ilmu-ilmu kebumian (Geologi, Geografi,
Hidrologi, Geodesi dan lain-lain) citra foto udara ternyata dapat dimanfaatkan
di lapangan yang lebih luas karena dari citra tersebut dapat dianalisis potensi
sumber daya alam dan bencana alam, kondisi iklim/cuaca serta aspek-aspek geografi
lainnya.Perkembangan selanjutnya lebih mengejutkan lagi, setelah ditemukan
teknologi citra satelit yang dapat mendeteksi potensi sumber daya alam dari
satelit yang mengorbit dari ketinggian ribuan kilometer dari permukaan bumi
Kelebihan teknologi citra satelit ini dapat meliput daerah yang luas secara
cepat dan mengulanginya secara periodik dalam siklus waktu relatif singkat
(kurang dari satu bulan).
Pada saat ini di beberapa negara
maju tetah berhasil menerbangkan beberapa jenis satelit untuk pemotretan bumi,
antara lain Landsat milik USA, SPOT milik Perancis,ERS (Earth Resources
Satellite) oleh konsorsium beberapa negara Eropa (ESA), Radarsat (Kanada), JERS
(Jepang) dan IRS (India). Indonesia sebagai negara berkembang belum memiliki
Satelit Inderaja, tetapi memiliki Stasiun Bumi penerima (receiver) Citra
lnderaja, yaitu Stasiun Bumi Parepare di Sulawesi Barat. Sehubungan dengan itu,
Indonesia menjalin kerjasama dengan negara-negara pemilik satelit tersebut
untuk turut memanfaatkannya (Mulyadi K. 1998)
Kendala Teknologi Satelit lnderaja
Kendala Teknologi Satelit lnderaja
1) Sebagai salah satu produk
teknologi modern, teknologi Inderaja juga sama dengan produk teknologi lain
yakni amat bergantung pada kelengkapan sistem, apabila salah satu bagian
perangkat teknologi ini mendapat gangguan, maka seluruh sistem menjadi lumpuh.
2) Teknologi ini belum dikuasai oleh Indonesia sepenuhnya, sehingga dalam beberapa hal kita masih bergantung kepada luar negeri baik segi peralatan, maupun sarana produksi, termasuk dana karena teknologi ini mahal atau padat modal.
2) Teknologi ini belum dikuasai oleh Indonesia sepenuhnya, sehingga dalam beberapa hal kita masih bergantung kepada luar negeri baik segi peralatan, maupun sarana produksi, termasuk dana karena teknologi ini mahal atau padat modal.
3) Kecuali citra radar, Landasan dan
SPOT belum dapat menghadapi kendala awan yang menutupi suatu daerah.
4) Teknologi Inderaja berkembang
pesat dan mahal sehingga untuk negara negara berkembang-termasuk
Indonesia-dirasakan berat untuk mengikutinya.
Peluang teknologi Satelit Inderaja :
Peluang teknologi Satelit Inderaja :
Teknologi ini mempunyai beberapa
kelebihan antara lain:
1) Pemanfaatannya telah dapat
menyajikan informasi geografi dari suatu liputan wilayah yang luas dalam waktu
relatif singkat.
2) Telah terjalin kerjasama dengan
semua pemilik satelit dan mendapat beberapa kemudahan seperti pinjaman alat,
bantuan teknologi dan lain-lain.
3) Dengan teknologi ini pemutakhiran
data dapat dilakukan secara periodik dengan siklus waktu yang singkat bahkan setiap
saat biIamana diperlukan.
4) Kemajuan teknologi Inderaja yang
dapat diintegrasikan dengan teknologi informasi dan komputer sehingga
memungkinkan pemanfaatannya dalam bidang-bidang yang semakin luas.
5) Kemajuannya yang pesat di bidang resolusi spasial, dimana sekarang telah mencapai 1 meter memungkinkan kedepan citra satelit digunakan sebagai bahan pembuatan peta topografi dan peta tematik skala besar.
5) Kemajuannya yang pesat di bidang resolusi spasial, dimana sekarang telah mencapai 1 meter memungkinkan kedepan citra satelit digunakan sebagai bahan pembuatan peta topografi dan peta tematik skala besar.
Data, Wahana, Sensor dan Radar
Data satelit atau data foto udara
adalah informasi yang terkandung dari citra satelit atau foto udara tersebut.Wahana
adalah media atau sarana dari mana citra foto atau satelit diambil. Dalam hal
ini bias berupa pesawat udara, balon udara atau satelit.
Sensor adalah perangkat perekam
optis yang ada pada kamera foto atau perekam gelombang elektromagnetik pada
Inderaja satelit.Radar. Penggunaan radar merupakan peralihan dari penggunaan
gelombang elektromagnetik yang pasif pada SPOT dan landsat ke penggunaan SAR
(Synthetic Aperture Radar) yang memiliki sumber energi sendiri (aktif).
Produk Inderaja. Produk Inderaja terdiri dari tiga bentuk. yaitu film dan foto (pada citra foto) dan CCT (Computer Compatible Tape) yang berisi rekaman gelombang elektromagnetik pada citra satelit yang dipantulkan dari permukaan bumi.Prinsip Kerja. Prinsip kerja Inderaja terdiri atas :
a. Pada citra foto yang diambil dan pesawat terbang sama dengan pengambilan gambar pada kamera biasa yakni pengambilan gambar tentang alam oleh kamera, hanya pengambilannya dari jarak jauh dalam posisi relatif tegak.
Produk Inderaja. Produk Inderaja terdiri dari tiga bentuk. yaitu film dan foto (pada citra foto) dan CCT (Computer Compatible Tape) yang berisi rekaman gelombang elektromagnetik pada citra satelit yang dipantulkan dari permukaan bumi.Prinsip Kerja. Prinsip kerja Inderaja terdiri atas :
a. Pada citra foto yang diambil dan pesawat terbang sama dengan pengambilan gambar pada kamera biasa yakni pengambilan gambar tentang alam oleh kamera, hanya pengambilannya dari jarak jauh dalam posisi relatif tegak.
b. Pada citra satelit adalah
memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari sinar matahari ke
permukaan bumi, kemudian dipantulkan kembali ke angkasa dan ditangkap oleh alat
sensor yang ada di satelit Inderaja. Rekaman pantulan gelombang elektromagnetik
dari setiap jenis obyek yang berbeda menunjukkan karakteristik yang
berbeda-beda pula. Dengan menggunakan saluran (Band) Multi Spectral Scanner
(MSS) dan kemampuan pencitraan resolusi tinggi, maka data/informasi obyek di
bumi akan semakin jelas dan tinggi kualitasnya.
Beberapa Satelit lnderaja dan Stasiun Bumi Satelit.
Beberapa Satelit lnderaja dan Stasiun Bumi Satelit.
Sekarang di dunia telah ada beberapa
satelit Inderaja. Beberapa diantaranya telah dan akan dimanfaatkan Indonesia,
yaitu :
1) Landsat milik USA. Landsat sampai
saat ini telah sampai pada generasi ketujuh sesuai dengan kemampuan resolusinya
dibedakan atas tipe MSS (Multi Spectral Scanner) yang beresolusi 80 m dan tipe
TM (Thematic Mapper) yang beresolusi 30 m (pada landsat-5 dan Landsat-7).
Landsat adalah pengembangan dari ERTS (Earth Resources Technology Satellite).
2) Satelit SPOT. Satelit SPOT milik
Perancis yang diluncurkan tahun 1986 dan beredar pada ketinggian 830 km cakupan
ulang pada daerah yang sama setiap 16 hari, SPOT memiliki dua sensor (HRV1 dan
HRV2). Kamampuan lebar cakupan 60-80 km.
3) Satelit Radar SAR (Svnthetic
Aperture Radar). atau Radarsar adalah milik Kanada (Canadian Space Agency),
pengoperasiannya dikontrol dari stasiun bumi yang ada di Prince Albert, Saskatchevan.
Quebec. Kelebihan satelit dengan sensor SAR dapat menembus awan dan kegelapan
malam serta mampu menampilkan data stereoskopis, pengulangan orbit setiap 24
hari.
4) Satelit ERS (Earth Resources
Satellite. Satelit ini dibangun dan dikembangkan oleh ESA (European Space
Agency). Terdiri dari ERS-1 dan ERS-2, merupakan satelit sumberdaya alam.
Keduanya mengorbit pada trek orbit yang sama, yaitu orbit polar yang membawa
sensor SAR sehingga memiliki kemampuan seperti Radarsat.
5) Satelit JERS. Satelit ini milik
Jepang, menggunakan sensor optik dengan resolusi tinggi (18 m) yang bekerja
pada gelombang visible hingga near infrared (VNIR). Penggunaan kanal Infra Red
ini sangat efektif untuk mendeteksi sumberdaya mineral (Sitanggang, G., 1998).
Stasiun Bumi. Belum semua negara memiliki stasiun bumi yang memanfaatkan satelit Inderaja, namun beruntung Indonesia termasuk salah satu diantara yang sudah memilikinya. Stasiun-stasiun bumi di dunia antara lain adalah Prince Albert (Canada), Fair Bank (Alaska, USA), Goldstone (California, USA), Curoba (Brazil), Chiquita (Argentina), Kiruna (Swedia), Fucino (ltalia), Yohannes burg (Afrrika Selatan), Hiderabad (India), Bangkok (Thailand), Alice Spring (Australia), Singapura, Pare-pare (Indonesia), Taiwan, dan Malaysia.
Stasiun Bumi. Belum semua negara memiliki stasiun bumi yang memanfaatkan satelit Inderaja, namun beruntung Indonesia termasuk salah satu diantara yang sudah memilikinya. Stasiun-stasiun bumi di dunia antara lain adalah Prince Albert (Canada), Fair Bank (Alaska, USA), Goldstone (California, USA), Curoba (Brazil), Chiquita (Argentina), Kiruna (Swedia), Fucino (ltalia), Yohannes burg (Afrrika Selatan), Hiderabad (India), Bangkok (Thailand), Alice Spring (Australia), Singapura, Pare-pare (Indonesia), Taiwan, dan Malaysia.
A P L I K A S I T E K N O L O G I P E N G
I N D E R A A N J A U H DI INDONESIA
Penerapan Teknologi Inderaja di
Bidang Pembangunan.
Produk teknologi Inderaja di bidang
pembangunan semakin dirasakan manfaatnya. Sejalan dengan kemajuan yang dicapai
di bidang teknologi tersebut, sekarang telah memiliki kemampuan menyajikan
informasi spatial (keruangbumian) yang semakin luas dan semakin akurat.
Kemampuan teknologi Inderaja Satelit yang dapat meliput daerah secara luas
dalam waktu singkat serta dilakukan secara periodik, telah menjadikan teknologi
ini tidak saja sekedar pengumpul data/informasi spatial, tetapi juga sebagai
sarana pemantauan dinamika perkembangan wilayah dan sarana/alat guna
mengevaluasi dampak pembangunan terhadap ruang muka bumi.
a. Penerapan di Bidang Inventarisasi
Sumberdava Alam. Potensi sumberdaya alam (SDA) bagi nagara sedang berkembang
(developing country) seperti Indonesia belum dapat diketahui secara pasti dan
menyeluruh, terutama untuk daerah luar Jawa yang berpenduduk relatif jarang. Dengan
adanya teknologi Inderaja Satelit, proses inventarisasi SDA tersebut dapat
dipercepat. Salah satu kegiatan yang telah hampir selesai dilaksanakan adalah
inventarisasi sumberdaya lahan Nasional (SDLN) yang diwujudkan dalam bentuk
peta tematik RePPProT (Regional Physical Planning Program for Transmigration),
proyek bersama Deptrans PPH, BPN dan Bakosurtanal di era Orba. Daerah dengan
potensi sumberdaya lahan (SDL) yang miskin, namun padat penduduknya diplot
sebagai daerah sumber penyedia transmigran, sedangkan daerah dengan potensi SDL
yang kaya SDA di luar Jawa diplot sebagai daerah tujuan/penerima transmigran.
Dalam peta RePPProT tersebut tergambar pula kondisi vegetasi/tutupan lahan di
setiap daerah. Potensi-potensi SDA yang lain seperti sumberdaya mineral
tambang, air tanah, sumberdaya maritim, dll., semuanya dapat diketahui melalui
teknologi Inderaja.
b. Penerapan di Bidang Kehutanan,
Pertanian, Perkebunan dan Perikanan. Kemampuan citra Landsat TM dan SPOT/P yang
dihasilkan Multiband Scanner telah mampu mengidentifikasi jenis-jenis tanaman,
kondisi tanaman dan menentukan jenis tanah serta sifat-sifat tanah lainnya.
Bahkan dengan penggunaan Landsat TM beresolusi tinggi, kematangan tanaman dan
ukuran rata-rata pohon di hutan dapat diketahui. Dengan kemampuan pemantauan
Inderaja yang bersifat periodik dapat diketahui dan dievaluasi
perkembangan/perubahan areal tanaman atau tumbuhan hutan setiap waktu. Sehingga
dengan demikian teknologi ini merupakan sarana pengawasan pembangunan yang
efektif dan efisien.Di bidang perikanan, jasa teknologi ini juga dapat
dirasakan manfaatnya, sekalipun tidak langsung. Hal-hal yang diketahui secara
langsung adalah kondisi kekeruhan air, gerakan massa air (arus, panas atau
dingin) dan sifat air lainnya. Dengan mengetahui kondisi air seperti itu dapat
diperkirakan di tempat mana saja terdapat kumpulan ikan jenis tertentu. Para
pencuri ikan (illegal fishing) juga menggunakan data peta/citra hasil teknologi
Inderaja Satelit ketika mencuri ikan di perairan Indonesia. Sehubungan dengan
itu, dengan memahami hasil anaIisis Inderaja di perairan, aparat Kamla dapat
memperkirakan keberadaan para pencuri ikan (Hasyim B., 1995).
c. Penerapan di Bidang Pemantauan
Bencana Alam. Sebelum bencana alam terjadi biasanya didahului oleh adanya gejaIa-gejala
tertentu. Contohnya, sebelum gunung api meletus biasanya didahului oleh adanya
peningkatan suhu permukaan bumi di sekitar gunung api tersebut. Peningkatan
panas ini dapat diketahui dari perubahan yang terjadi pada citra Satelit
Inderaja. Bahaya longsoran tanah atau pergeseran tanah pada umumnya diawali
dengan adanya retakan atau rekahan atau patahan bidang tanah secara vertikal.
Gejala demikian dapat diketahui dari hasil analisis citra foto atau citra
radar. Bahaya badai atau angin ribut sebelumnya dapat diketahui dari adanya dua
blok massa udara bertekanan sangat tinggi dan di lain pihak massa udara
bertekanan rendah. Gejata udara ini dapat diketahui dari citra satellt GMS
(Geostationary Meteorological Satellite). Demikian pula dengan bencana alam lainnya
seperti banjir, kebakaran hutan, secara tidak langsung dapat diramalkan
sebelumnya melalui perubahan gejala tertentu pada lingkungan setempat.
Perubahan gejata ini dapat diketahui dari perubahan citra satelit dalam kurun
waktu yang relatif singkat (Mahdi Kartasasmita, dkk, 1998).
Dengan citra satelit, kebakaran hutan dapat diketahui secara dini, bahkan dapat diantisipasi. Guguran daun dari pohon-pohon pada suatu areal hutan yang luas akibat kekeringan pada musim kemarau sangat rentan menimbulkan kebakaran yang hebat bilamana pada areal hutan tersebut berhembus angin kencang. Kondisi tersebut dapat diketahui dari citra Satelit. Kita, bahkan penduduk negara tetangga kita dapat mengetahui jumlah titik api pada kebakaran hutan di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dll. Untuk bencana alam yang ditimbulkan oleh dampak perbuatan manusia, seperti pertanian liar di daerah terlarang, illegal logging, illegal mining, dan lain-lain, dengan data citra satelit dapat diketahui dan bahayanya dapat diantisipasi secara dini. Kerusakan lingkungan, khususnya hutan yang sekarang marak terjadi dengan demikian dapat diminimalisasi, karena segera dapat diketahui sejak dini melalui citra satelit (Agus Hidayat, 1995).
d. Penerapan Teknologi Inderaja untuk Bidang Survei dan Pemetaan (Surta). Bidang Surta sudah cukup lama memanfaatkan jasa teknologi Inderaja ini. Sejak diperkenalkannya teknologi Fotogrametri di bidang pemetaan topografi di Indonesia pada tahun 1975, maka sejak itu teknologi terus dikembangkan oleh lembaga pemetaan nasional, seperti Bakosurtanal, Dittopad, Dissurfotrud dan Dishidrosal serta perusahaan pemetaan swasta skala besar seperti Mapindo, Exsa Internasional dan lain-lain. Sebelum era metoda fotogrametri, pemetaan topografi diselenggarakan dengan metoda terestris, yakni pengukuran langsung di lapangan dengan alat-alat ukur terestris, seperti : Theodolite, Waterpass, dll. Dengan metoda fotogrametri pengumpulan data dilakukan melalui pemotretan udara dari wahana pesawat terbang. Melalui perangkat peralatan plotter, aerotriangulasi dan rektifikasi, citra foto dapat diubah menjadi peta garis (peta fotografi). Kehadiran teknologi fotogrametri ini telah membawa perubahan besar di bidang pemetaan, karena dengan metoda ini pemetaan wilayah dapat dilaksanakan lebih cepat, efektif dan efisien. Kehadiran teknologi Inderaja melalui wahana satelit telah memungkinkan kemajuan yang lebih tinggi lagi di bidang Surta. Dari citra satelit yang dapat menggambarkan unsur-unsur detail di permukaan bumi merupakan sarana media cukup baik untuk survei pendahuluan (feasibility study) dalam proyek-proyek pembangunan kewilayahan. Dalam kegiatan pemetaan, citra satelit dapat digunakan sebagai bahan yang dapat diproses untuk pembuatan peta-peta sumber daya secara khusus (peta-peta tematik) dan peta topografi skala kecil. Bahkan dengan semakin majunya teknologi Inderaja melalui satelit sekarang telah dapat menghasilkan citra yang resolusinya sangat tinggi (satu meter), seperti yang dihasilkan Satelit Ikonos 2. Data citra satelit resolusi tinggi seperti itu dapat digunakan untuk pembaharuan peta topografi skala besar. Dengan citra satelit resolusi tinggi, informasi spasial daerah-daerah terpencil yang belum dipetakan dapat diketahui (Tono S., 2003)
Penyempurnaan teknologi inderaja satelit untuk pemetaan topografi terus diupayakan dan diharapkan tidak lama lagi, dengan bantuan Citra Satelit pembuatan peta topografi standar nasional untuk seluruh wilayah NKRl dapat dituntaskan (1:50.000). Sekalipun diakui kehadiran teknologi Inderaja dapat mempercepat proses pembuatan peta topografi, namun metode pemetaan konvensional (terestris) tidak ditinggalkan, mengingat teknologi Fotogrametri dan lnderaja satelit sangat rawan terhadap gangguan/kerusakan serta punya ketergantungan yang kuat dengan pihak luar negeri sebagai pemilik teknologi satelit. Oleh karena itu bagi Indonesia, lembaga pemetaan TNI khususnya, teknologi inderaja yang diaplikasikan di bidang pemetaan bersifat “komplemen”.
Dengan citra satelit, kebakaran hutan dapat diketahui secara dini, bahkan dapat diantisipasi. Guguran daun dari pohon-pohon pada suatu areal hutan yang luas akibat kekeringan pada musim kemarau sangat rentan menimbulkan kebakaran yang hebat bilamana pada areal hutan tersebut berhembus angin kencang. Kondisi tersebut dapat diketahui dari citra Satelit. Kita, bahkan penduduk negara tetangga kita dapat mengetahui jumlah titik api pada kebakaran hutan di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dll. Untuk bencana alam yang ditimbulkan oleh dampak perbuatan manusia, seperti pertanian liar di daerah terlarang, illegal logging, illegal mining, dan lain-lain, dengan data citra satelit dapat diketahui dan bahayanya dapat diantisipasi secara dini. Kerusakan lingkungan, khususnya hutan yang sekarang marak terjadi dengan demikian dapat diminimalisasi, karena segera dapat diketahui sejak dini melalui citra satelit (Agus Hidayat, 1995).
d. Penerapan Teknologi Inderaja untuk Bidang Survei dan Pemetaan (Surta). Bidang Surta sudah cukup lama memanfaatkan jasa teknologi Inderaja ini. Sejak diperkenalkannya teknologi Fotogrametri di bidang pemetaan topografi di Indonesia pada tahun 1975, maka sejak itu teknologi terus dikembangkan oleh lembaga pemetaan nasional, seperti Bakosurtanal, Dittopad, Dissurfotrud dan Dishidrosal serta perusahaan pemetaan swasta skala besar seperti Mapindo, Exsa Internasional dan lain-lain. Sebelum era metoda fotogrametri, pemetaan topografi diselenggarakan dengan metoda terestris, yakni pengukuran langsung di lapangan dengan alat-alat ukur terestris, seperti : Theodolite, Waterpass, dll. Dengan metoda fotogrametri pengumpulan data dilakukan melalui pemotretan udara dari wahana pesawat terbang. Melalui perangkat peralatan plotter, aerotriangulasi dan rektifikasi, citra foto dapat diubah menjadi peta garis (peta fotografi). Kehadiran teknologi fotogrametri ini telah membawa perubahan besar di bidang pemetaan, karena dengan metoda ini pemetaan wilayah dapat dilaksanakan lebih cepat, efektif dan efisien. Kehadiran teknologi Inderaja melalui wahana satelit telah memungkinkan kemajuan yang lebih tinggi lagi di bidang Surta. Dari citra satelit yang dapat menggambarkan unsur-unsur detail di permukaan bumi merupakan sarana media cukup baik untuk survei pendahuluan (feasibility study) dalam proyek-proyek pembangunan kewilayahan. Dalam kegiatan pemetaan, citra satelit dapat digunakan sebagai bahan yang dapat diproses untuk pembuatan peta-peta sumber daya secara khusus (peta-peta tematik) dan peta topografi skala kecil. Bahkan dengan semakin majunya teknologi Inderaja melalui satelit sekarang telah dapat menghasilkan citra yang resolusinya sangat tinggi (satu meter), seperti yang dihasilkan Satelit Ikonos 2. Data citra satelit resolusi tinggi seperti itu dapat digunakan untuk pembaharuan peta topografi skala besar. Dengan citra satelit resolusi tinggi, informasi spasial daerah-daerah terpencil yang belum dipetakan dapat diketahui (Tono S., 2003)
Penyempurnaan teknologi inderaja satelit untuk pemetaan topografi terus diupayakan dan diharapkan tidak lama lagi, dengan bantuan Citra Satelit pembuatan peta topografi standar nasional untuk seluruh wilayah NKRl dapat dituntaskan (1:50.000). Sekalipun diakui kehadiran teknologi Inderaja dapat mempercepat proses pembuatan peta topografi, namun metode pemetaan konvensional (terestris) tidak ditinggalkan, mengingat teknologi Fotogrametri dan lnderaja satelit sangat rawan terhadap gangguan/kerusakan serta punya ketergantungan yang kuat dengan pihak luar negeri sebagai pemilik teknologi satelit. Oleh karena itu bagi Indonesia, lembaga pemetaan TNI khususnya, teknologi inderaja yang diaplikasikan di bidang pemetaan bersifat “komplemen”.
e. Penerapan di Bidang Lain-lain.
Dengan informasi spasial secara global dari Citra Satelit, pemerintah (pusat)
dapat menjadikannya sebagai alat monitoring dan pengawasan penggunaan wilayah
dan SDA di setiap Daerah Otonom(provinsi, kabupaten/kota). Apakah wilayah dan
SDA Daerah Otonom dikelola dengan baik atau buruk ? Apakah pola dan cara /
teknik pengelolaan wilayah / SDA di daerah tersebut berdampak buruk terhadap
daerah otonom tetangganya ? Pertanyaan- pertanyaan tersebut diatas dapat
dijawab dari hasil analisis dan diseminasi Citra Satelit yang dapat dilakukan
secara periodik atau kapan saja diperlukan. Dengan data Citra saat ini
pemerintah juga dapat menilai apakah penentuan besaran NJOP pajak bumi dan
bangunan (PBB) di setiap daerah sudah tepat/sesuai dengan fakta yang dari waktu
ke waktu mengalami perubahan sesuai dinamika pembangunan.
APLIKASI TEKNOLOGI INDERAJA UNTUK
BIDANG HANKAM.
Teknologi Inderaja dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan militer/Hankam, baik operasi tempur, operasi
intelejen, kegiatan militer dan kepentingan Hankam lainnya
A. Operasi Tempur (Opspur) dan
Operasi Intelejen (Opsintel). Untuk Opspur dan Opsintel ada jenis satelit
khusus yakni satelit militer yang mempunyai sensor beresolusi tinggi
(Decimetric dan Metric Resolution = Resotusi di bawah 1 m). Peralatan tersebut
dapat dipasang pada satelit maupun wahana terbang lain (pesawat terbang, balon
udara , dll.) Beberapa jenis pesawat dirancang untuk kemampuan tersebut antara
lain: Bigbird, Cosmos dan Keyhole (semuanya beresolusi kuranglebih 1 m) yang
mampu mendeteksi benda yang berukuran . Perangkat pesawat tersebut mampu
mendeteksi dengan tepat baik benda yang sedang bergerak (moving target ground
vehicles) maupun benda tak bergerak (fixed target). Satelit Helion, SPOT / Pan
dan KFA 1000 mempunyai resolusi 1,0 sampai 10 m. Jenis pesawat tersebut cocok
untuk mendeteksi kegiatan gerakan satuan/massa dalam jumlah terbatas
(reconnaissance of selected area). Pesawat MSAR (Miniature Synthetic Aperture
Radar) telah memiliki serangkaian pesawat yang masing-masing mempunyai
kemampuan tersendiri. Jenis MTI (Moving Target Indication) khusus untuk
mendeteksi obyek yang bergerak. FTl (Fixed Target Imaging), dirancang untuk
sasaran tak bergerak dan ISAR (Inverse Synthetic Aperture Radar) untuk
mendeteksi lokasi atau area termasuk kelompok armada kapal (Hartono. 1997).
Kegunaan :
1) Proses Pembuatan Analisa Daerah Operasi (ADO), terutama untuk mengidentifikasi guna menentukan : 5 aspek militer dari medan, Dropping Zone, tempat pendapatan, daya dukung tanah, keadaan land cover, sumber air, kondisi cuaca.
2) Dalam mengolah Informasi/lntelejen antara lain: dapat membantu mencari dan menentukan :
1) Proses Pembuatan Analisa Daerah Operasi (ADO), terutama untuk mengidentifikasi guna menentukan : 5 aspek militer dari medan, Dropping Zone, tempat pendapatan, daya dukung tanah, keadaan land cover, sumber air, kondisi cuaca.
2) Dalam mengolah Informasi/lntelejen antara lain: dapat membantu mencari dan menentukan :
a) Disposisi dan dislokasi pasukan
musuh
b) Dislokasi logistik militer musuh
c) Tempat pengintaian atau
peninjauan
d) Mendeteksi samara
e) Menentukan jalan-jalan pendekat,
perlindungan, medan kritis dan rintangan.
3) Untuk keperluan SAR di darat dan
di laut Citra Satelit beresolusi tinggi dapat menjadi alat bantu pencarian
lokasi bencana/kecelakaan yang menghendaki pertolongan segera.
4) Dapat membantu pembuatan peta
militer skala besar untuk daerah yang belum ada petanya atau untuk pembaharuan
peta yang datanya sudah usang.
5) Dapat membantu pembuatan Laporan
Geografi Militer (LGM) atau Laporan Medan (LM) dan memperbaharui datalinformasi
LGM/LM yang usang.
6) Dapat membantu menganalisis dan meramalkan
kondisi cuaca (suhu, awan, tekanan udara, angin, kelembaban udara, cahaya dan
kabut).
7) Sebagai sarana untuk memantau
kondisi wilayah/medan tempur
B. Kegiatan Teritorial. Kegiatan
Teritorial dapat juga memanfaatkan jasa penginderaan jauh. Dalam hal ini
kegiatan yang bersifat pembangunan fisik materil seperti TMMD, Operasi Bakti
dan Linmas. Kegiatan-kegiatan seperti itu memerlukan data dasar wilayah berupa
Informasi Geografi/SDA yang mutakhir sehingga dalam pelaksanaannya diperoleh
hasil guna dan daya guna yang optimal sesuai dengan kebutuhan sekarang dan
dapat mengantisipasi masa yang akan datang. Produk Inderaja yang cocok untuk
kebutuhan kegiatan Teritorial adalah produk Landsat dan SPOT yang mempunyai
tingkat resolusi 10 sampai dengan 80 m. Landsat Multi Spectral Scanner dan TM
(Thematic
Mapper). Masing-masing terdiri dari
4 sampai 7 band (saluran), dimana setiap saluran dirancang untuk
mengidentifikasi obyek tertentu sebagai contoh : saluran/band-1 pada Landsat TM
mampu menyajikan data sebaran air tanah dan jenis tanah. Saluran/band-2 mampu
mengidentifikasi jenis tanaman yang sehat dan yang sakit. Saluran/band-3 mampu
membedakan jenis tanaman dan tata guna lahan. Produk-produk seperti itu
merupakan data awal yang sangat berharga untuk perencanaan kegiatan
territorial. Sedangkan produk
Reconnaissance Spot dan Helios sangat mendukung perencanaan kegiatan operasi satuan-satuan militer (Mawardi Nur, 1998).
Reconnaissance Spot dan Helios sangat mendukung perencanaan kegiatan operasi satuan-satuan militer (Mawardi Nur, 1998).
PROSPEK PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
INDERAJA SATELIT
Pada awal kehadirannya teknologi Inderaja Satelit diperuntukkan bagi kegiatan
dan operasi militer. Namun dalam tahap-tahap perkembangan selanjutnya
pemanfaatannya lebih banyak diarahkan kepada kepentingan pembangunan di segala
bidang. Kemajuan yang dicapai dalam teknologi Inderaja ini telah mampu
menyajikan macam-macam data atau informasi spasial yang semakin akurat. Bahkan
informasi produk Inderaja tersebut tidak saja mengenai segala sesuatu yang ada
di muka bumi, melainkan juga potensi sumberdaya tambang yang ada diperut bumi
dan kedalaman laut. Hingga saat ini teknologi Inderaja telah mengalami beberapa
tahap perkembangan. Berawal dari pengamatan jarak dekat melalui wahana
helikopter, kemudian dengan pesawat terbang sayap tetap, selanjutnya dengan
balon udara dan sekarang dengan wahana satelit yang mengorbit pada ketinggian
ratusan hingga ribuan kilometer dari permukaan bumi, yang jumlahnya semakin
bertambah, demikian juga kemampuannya. Tampaknya teknologi Inderaja tidak akan
berhenti hingga pada kondisi sekarang. Upaya-upaya penyempurnaan atau
peningkatan masih terus dilanjutkan untuk mendapat produk informasi spasial
yang lebih akurat, mendalam dan mampu menembus kedalaman bumi dan samudera
serta menghilangkan kendala-kendala yang masih ada.
Saat ini rekaman citra satelit telah
dapat mengidentifikasi benda dengan ukuran 1 x 1 m (contoh : Citra Satelit
Ikonos-2). sehingga dapat membedakan mana kerbau, mana gajah dan mana kuda.
Menilik kemajuan teknologi Inderaja SateJit yang tidak pernah berhenti, era ke
depan dengan data satelit orang dapat membedakan mana kambing dan mana domba
(ketika resolusi spasial citra satelit sudah mencapai < 1 m).\
Pengembangan dan Pemanfaatannya di
Indonesia.
Indonesia sebagai Negara berkembang yang sedang membangun guna dapat sejajar
dengan negara-negara lain yang lebih maju sangat berkepentingan dengan
pemanfaatan jasa dan produk teknologi Inderaja. Hal. ini semakin dirasakan
pentingnya mengingat wilayah negara yang sangat luas terdiri dari perairan dan
daratan yang hingga saat ini baru sebagian sumber daya alam yang telah
teridentifikasi. Tuntutan untuk mengetahui potensi SDA yang belum diketahui
menyadarkan kita, pentingnya pemanfaatan teknologi Inderaja tersebut.
Kondisi Indonesia yang memiliki wilayah daratan dan perairan yang sangat Iuas
dengan sejumlah permasalahan lingkungan - seperti : kebakaran hutan, illegal
logging, illegal fishing, illegal mining, illegal farming, tanah longsor, gempa
bumi dan lain-lain, sangat membutuhkan jasa teknologi Inderaja yang semakin maju,
cepat dan murah. Oleh karena itulah, Indonesia telah berupaya menjalin
kerjasama dengan negara-negara pemilik dan pengembang teknologi ini. Wujud
nyata dari kesadaran tersebut adalah telah didirikannya stasiun bumi multi misi
di Pare-Pare (Sulawesi Selatan) dan stasiun pengolah data di Pekayon (LAPAN)
Jakarta. Disadari bahwa pengetahuan kita tentang SDA baik di darat maupun
(terutama) di laut masih sangat terbatas. Di bidang Hankam,luasnya wilayah
tanah air dan panjangnya garis perbatasan negara dan pencurian SDA oleh pihak
asing sangat membutuhkan informasi yang aktual yang terus menerus (real time),
jasa dan produk teknologi Inderaja Satelit dalam hal ini telah dapat menjawab
kebutuhan tersebut. Dengan demikian, baik untuk kepentingan Hankam maupun pembangunan,
teknologi Inderaja akan semakin dirasakan kebutuhannya.
Permasalahan yang dihadapi saat ini kita belum memiliki tenaga SDM, peralatan
dan dana yang cukup untuk mengembangkan teknologi Inderaja satelit dan
memanfaatkannya. Namun demikian upaya untuk mengatasi kendala tersebut terus
dilakukan oleh lembaga terkait. Pengembangan dan pemanfaatan jasa dan produk
teknologi Inderaja masih terpusat di LAPAN dan secara terbatas pada beberapa
lembaga pemetaan nasional (Bakosurtanal, Dittopad, Dishidrosal, Dissurfotrud,
Exsa International), BMG , departemen tertentu (Dephan, Dephut , Deptrans,
DKP). TNI, Polri dan institusi pengamanan/keamanan masih sangat terbatas
menggunakan jasa dan produk teknologi Inderaja. Pemanfaatan citra Inderaja
beresolusi tinggi yang meliputi daerah luas dapat menyajikan data yang Iengkap
dan mutakhir merupakan sumber daya yang paling tepat untuk perencanaan dan
penataan wilayah. Sedangkan data citra Landsat- TM yang Multiband dapat
menyajikan data tematis sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat mengetahui
segala jenis tutupan lahan (vegetation coverage) dengan segala
karakteristiknya. Sebagai contoh : Departemen Pertanian telah dapat memprediksi
masa panen dan jumlah produksi padi di suatu daerah dengan bantuan data citra
satelit ini. Departemen Kehutanan dapat mengidentifikasi jenis dan besaran
pohon dari suatu kawasan hutan dan sebaran titik-titik api penyebab kebakaran
hutan. Tanpa bantuan data citra dari satelit NOAA dan GMS, mustahil BMG dapat
meramal cuaca di seluruh wilayah NKRI. Demikian juga aparat Kamla hanya dengan
bantuan analisis citra Inderaja dapat mendeteksi dan mengidentifikasi kejahatan
/ pencurian SDA di laut dengan cepat. Kementerian Lingkungan Hidup juga sangat
membutuhkan jasa dan produk Inderaja guna mengetahui kondisi kerusakan
lingkungan dengan cepat dan akurat. Departemen Sosial dan Departamen Kesehatan
dengan bantuan data spasial dari hasil analisis Citra Satelit dapat mengetahui
sebaran daerah miskin dan rawan bencana, yang diperlukan untuk perencanaan
prioritas pemberian bantuan.
Untuk menjaga kontinuitas akuisisi
dan perekaman data, LAPAN telah sedang mengembangkan program upgrading
kemampuan akuisisi, perekaman dan pengolahan data landsat-7, SPOT 4 dan 5,
Envisat (pengganti ERS) dan Radarsat. Pengembangan terus dilaksanakan LAPAN
untuk menghasilkan metoda dan prosedur yang paling tepat untuk operasi rutin
aplikasi data Inderaja Satelit. Aplikasi yang telah berhasil dikembangkan dan
sudah masuk fase operasional adalah untuk penggunaan : pemantauan hutan, lahan,
pemantauan musim dan penentuan awal musim hujan. Sedangkan untuk kegiatan
asesmen yang sudah berhasil dilaksanakan adalah inventarisasi : hutan bakau dan
terumbu karang, beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), perubahan penggunaan
tanah, pemetaan, perikanan, pemantauan luas panen, pemantauan luas konversi
lahan sawah ke non-pertanian, tata-ruang dan wilayah (Mahdi Kartasasmita. dkk.
1998).
Teknologi Inderaja dan Pelestarian
Lingkungan. isu pelestarian lingkungan saat ini tampaknya telah menjadi
kesadaran global. Semakin padatnya penduduk dunia menyebabkan tingkat
ekspIoitasi SDA yang semakin tinggi sehingga mengancam kelestarian lingkungan.
Bencana alam, berupa banjir, longsor, kebakaran hutan, penggundulan areal lahan
terjadi di mana-mana. Bila kejadian ini dibiarkan akan mengancam kehidupan
generasi manusia dan makhluk hidup pada umumnya di masa yang akan datang.
Bahkan sekarangpun telah banyak species hewan dan tumbuhan yang telah punah.
Untuk menghadapi ancaman yang serius ini diperlukan bukan hanya sekedar
membangun kesadaran atas pentingnya pelestarian lingkungan melainkan tindakan
nyata dari setiap individu untuk mengatasi kerusakan yang terjadi sekaligus
upaya pelestarian lingkungan tersebut. Dihadapkan pada upaya tersebut,
teknologi Inderaja dapat memberikan informasi dini tentang ancaman bahaya
kerusakan lingkungan baik secara tekstual maupun secara visual pada suatu
daerah yang luas, sehingga dengan demikian upaya penanggulangannya dapat
direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Dengan teknologi Inderaja ini, kita
dapat mengetahui kesadaran moral suatu bangsa yang tercermin dalam sikap
komunalnya terhadap lingkungan fisik negaranya, karena kerusakan lingkungan di
suatu negara akan diketahui oleh negara-negara lain melalui tampilan informasi
satelit Inderaja. Kerusakan dan kebakaran hutan di Sumatera. Kalimantan,
Sulawesi dan Papua tidak saja menjadi perhatian dan keprihatinan kita dan
negara-negara tetangga, tetapi juga menjadi
perhatian semua bangsa di dunia, karena hutan tropis Indonesia merupakan bagian besar dari paru-paru dunia yang situasi dan kondisinya menjadi perhatian masyarakat global. Karena itu kelambanan kita dalam menanggulangi kebakaran hutan setiap tahun merupakan hal yang memalukan karena menyangkut kredibilitas bangsa yang seolah-olah kurang peduli atas pelestarian fungsi global hutan tropis (Agus Hidayat, 1995)
perhatian semua bangsa di dunia, karena hutan tropis Indonesia merupakan bagian besar dari paru-paru dunia yang situasi dan kondisinya menjadi perhatian masyarakat global. Karena itu kelambanan kita dalam menanggulangi kebakaran hutan setiap tahun merupakan hal yang memalukan karena menyangkut kredibilitas bangsa yang seolah-olah kurang peduli atas pelestarian fungsi global hutan tropis (Agus Hidayat, 1995)
Definisi Pengindaraan Jauh
Penginderaan jauh (inderaja) adalah ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) untuk memperoleh, mengolah dan menganalisa data untuk mengetahui
karakteristik objek tanpa menyentuh objek itu sendiri (Lillesand dan Kiefer,
1994). Dengan pengertian ini bahwa ada beberapa cara yang bisa dilakukan
termasuk peralatan yang dipakai untuk mengamati suatu objek dengan metode
penginderaan jauh. Saat ini metode penginderaan jauh sudah menggunakan satelit
yang mengorbit bumi. Sistem inderaja pada prinsipnya terdiri atas tiga bagian
utama yang tidak terpisahkan yaitu ruas antariksa, ruas bumi dan pemanfaatan
data produk ruas bumi. Data yang diperoleh dari sensor penginderaan jauh
menyajikan informasi penting untuk membuat keputusan yang mantap dan perumusan
kebijakan bagi berbagai penerapan pengembangan sumberdaya dan penggunaan lahan.
Data penginderaan jauh digital mempunyai sifat khas yang
dihasilkan oleh setiap sensor. Sifat khas data tersebut dipengaruhi leh sifat
orbit satelit, sifat dan kepekaan sensor penginderaan jauh terhadap panjang
gelombang elektromagnetik, jalur transmisi yang digunakan, sifat sasaran
(obyek) dan sifat sumber tenaga radiasinya. Sifat orbit satelit dan cara
operasi sistem sensornya dapat mempengaruhi resolusi dan ukuran piksel datanya
(Purwadhi, 2001)
Monitoring sumber daya alam dan lingkungan mengharuskan
penggunaan banyak data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan,
bulanan, tiga bulanan atau tahunan) yang lebih dikenal dengan analisis
multitemporal. Dengan menggunakan data satelit inderaja maka analisis
multitemporal dapat dilakukan dengan lebih mudah, cepat dan murah. Peran
penting analisis multitemporal menggunakan data satelit inderaja akan semakin
nampak untuk daerah perikanan laut lepas atau samudera, karena observasi untuk
perikanan laut lepas selalu memerlukan usaha yang berat, waktu yang lama dan
biaya operasional yang sangat mahal. Sedangkan untuk daerah perairan pantai
(coastal area) bisa dipergunakan untuk mendeteksi perubahan garis pantai, laju
sedimentasi dan perubahan luas hutan bakau.
Makalah ini menjelaskan perkembangan metode koreksi
geometrik citra dari satelit EROS A1. Metode koreksi didasarkan pada model
orbit/ketinggian yang tepat. Hasil dari percobaan terhadap metode
mendemonstrasikan kemungkinan ortorektifikasi scene EROS A1 sampai ketelitian
sub piksel. Metode tersebut sekarang digunakan dalam produksi standar citra
EROS A1 teroktorektifikasi di fasilitas produksi Metria.
1.
Pendahuluan
Satelit EROS A1 diluncurkan dengan sukses pada tanggal 5 Desember 2000, dan merupakan seri pertama dari 6 satelit pencitraan beresolusi tinggi yang diluncurkan oleh ImageSat International. Satelit A1 menghasilkan citra beresolusi 1,8 m dalam model standar, sementara satelit-satelit B1-B5 akan menghasilkan citra dengan resolusi 1 m. Satelit A1 juga bisa meroperasi dalam model over-sampling khusus.
Satelit EROS A1 diluncurkan dengan sukses pada tanggal 5 Desember 2000, dan merupakan seri pertama dari 6 satelit pencitraan beresolusi tinggi yang diluncurkan oleh ImageSat International. Satelit A1 menghasilkan citra beresolusi 1,8 m dalam model standar, sementara satelit-satelit B1-B5 akan menghasilkan citra dengan resolusi 1 m. Satelit A1 juga bisa meroperasi dalam model over-sampling khusus.
EROS
A1 diluncurkan ke orbit polar yang sun-synchronous pada ketinggian 480 km. Data
yang diperoleh dikirim ke jaringan global stasiun penerima. Kecepatan
pengiriman data adalah 70 Mbit/detik dalam frekuensi X-band. Stasiun penerima
memperoleh, menyimpan, dan memproses data, dan membuat scene sistem terkoreksi,
metadata yang dapat diperoleh melalui infrastruktur ImageNet.
Perusahaan
Swedia, Spacemetric AB telah mengembangkan model perekaman fisik untuk EROS A1
sehingga bisa digunakan dalam proses ortorektifikasi citra EROS A1. Model ini
telah diwujudkan dalam sistem produksi citra di Metria, Kiruna, yang sejak
bulan September 2001 sudah mampu mengkoreksi EROS A1 sampai ketelitian sub
piksel untuk citra EROS A1 yang standar.
2.
KAMERA EROS A1
Kamera
NA30 pada satelit EROS A1 merupakan penyiam push-broom dengan dua susunan CCD,
termasuk detektor yang berjumlah lebih dari 7000 pada fokus pesawat. Detektor
tersebut peka pada range spektral 0,5 – 0,9 mikron dan dicoba dengan
penjumlahan kedalaman 11 bit.
Kamera
secara rigid menempel ke satelit, sehingga pembidikan kamera dilakukan
menggunakan sistem kontrol pergerakan untuk menggerakkan seluruh satelit.
Sensor menyiam secara asynchronous, sehingga memungkinkan satelit untuk
bergerak lebih cepat daripada pada saat perekaman. Satelit bergerak dengan
kecepatan terbalik yang konstan, untuk memperoleh perekaman pada kecepatan yang
lebih rendah, memungkinkan detektor untuk diam lebih lama melewati setiap
daerah. Dengan cara ini sensor akan bisa memperoleh lebih banyak cahaya, dan
meningkatkan ketajaman, serta perbandingan signal-to-noise.
Satelit
bisa berubah 45 derajat dalam setiap arah pada orbitnya, menyediakan kemampuan
untuk merekam daerah yang berbeda dalam lintasan yang sama. Kemampuan kamera
untuk membidik dan merekam juga memungkinkan perekaman secara stereo pada orbit
yang sama.
Karakteristik satelit dan kamera
untuk perekaman dengan model standar ditunjukkan dalam tabel Parameter Sistem
EROS berikut :
3. MODEL GEOMETRIK
EROS A1 bisa diperoleh dalam dua
format, yaitu format iA yang merupakan data mentah, dan format iB yang
merupakan data terkoreksi. Model yang akan dikembangkan hanya format 1A, sebab
memungkinkan untuk menghubungkan posisi piksel ke bidang fokus kamera.
Model
geometrik yang dipilih untuk pemodelan scene EROS A1 bisa dibagi menjadi
beberapa bagian yang berbeda. Orientasi bagian luar termasuk model orbit
satelit dan model variasi ketinggian. Orientasi bagian dalam termasuk model
scan instrument. Model ini telah diaplikasikan dengan sukses terhadap beberapa
sensor satelit yang berbeda. ([1], [2], [3], [4])
a.
Model Orbit Satelit
Model satelit didasarkan pada 6
parameter Keppler, yang secara bersama-sama dengan komponen wilayah tingkat dua
yang konstan pada potensial gravitasi bumi, mampu menjelaskan pergerakan
satelit dengan ketelitian yang cukup tinggi untuk persyaratan koreksi EROS A1.
a sumbu semi mayore eksentrisitasi
inklinasi? = ?0 +d?/dt * t ? = ?0 +d?/dt * t argument of perigee M = M0 +dM/dt
* t anomali rata-rata
b.
Model Ketinggian
Pengukuran ketinggian dari pesawat
diperoleh dalam bentuk polinom piece-wise tingkat tiga untuk roll, pitch, dan
yaw. Koreksi tambahan terhadap sudut ketinggian dimodelkan dengan polinomial
tingkat dua, yatu :
Roll = roll terukur(t) + a0 + a1 * t
+ a2 * t2
Pitch = pitch terukur(t) + b0 + b1 *
t + b2 * t2
Yaw = yaw terukur(t) + c0 + c1 * t +
c2 * t2
Dimana koefisian ai, bi, dan ci
harus ditentukan terlebih dahulu. Ini dianggap bahwa polinomial tingkat dua
akan sesuai untuk pemodelan error ketinggian dalam interval waktu he pada scene
lengkap.
c.
Model scan Push-broom
Model scan dasar merupakan vektor
line-of-sight dari detektor pada fokus pesawat melalui pusat optis pada
teleskop, lalu ke titik di bumi. Vektor ini tegak lurus ke sumbu roll platform
satelit. Deviasi yang kecil dari ketegaklurusan ini diikutkan dalam perhitungan
melalui matriks pelurusan badan kamera yang dapat diperoleh dalam scene
metadata.
4. MODEL PENYESUAIAN PARAMETER
Agar bisa memperoleh model dengan
ketelitian yang tinggi pada scene tertentu, parameter model harus diperkirakan
dan dipilih dengan menggunakan ground control point. Penyesuaian parameter
mengikuti metode yang dikembangkan dalam [1], yang merupakan penyesuaian
least-square, dengan kemungkinan untuk memberi bobot pada parameter. Bobot
parameter digunakan untuk menentukan, dimana parameter turut berperan dalam
penyesuaian.
Hanya parameter orientasi bagian
luar yang disesuaikan. Dari 6 parameter Keppler, 2 parameter dibiarkan tetap
konstan. Oleh karena eksentrisitas orbit yang sangat kecil, eksentrisitas dan
argument of perigee bisa dibuat konstan tanpa kehilangan keakuratan yang
signifikan.
Metode penyesuaian membutuhkan nilai
a priori untuk parameter. Beberapa ephemeris disediakan dengan scene EROS
mentah. Salah satunya digunakan untuk menjalankan orbit. Parameter koreksi
ketinggian dimulai dari nol. Posisi permulaan yang dihitung dari metadata
kurang akurat, biasanya diatas 1 km, tetapi masih cukup sesuai dengan pull-in
range dari metode tersebut.
5. PENGUJIAN AKURASI
Tampilan model telah dievaluasi
dengan 7 scene EROS A1 dari 3 tempat yang berbeda di Swedia bagian selatan.
Ground control point untuk pengujian
tempat diukur dalam ortofoto udara digital yang diperoleh dari Swedish national
Land Survey. Ukuran piksel dalam ortophoto digital adalah 1 meter, dengan
perkiraan ketepatan planimetris sekitar 1 – 1,5 meter. Ketinggian diinterpolasi
dari DEM dengan interval grid 50 meter dari Swedish National Land Survey,
dengan perkiraan ketepatan kemiringan sekitar 2 meter pada titik grid. Swedish
RT90 digunakan sebagai sistem referensi geodetis.
Posisi titik kontrol kemudian diukur dalam tiap scene dengan perkiraan ketepatan planimetris sekitar 0,25 piksel. Secara rata-rata, 26 titik bisa diukur dalam tiap scene. Titik kontrol akan didistribusikan ke seluruh area scene.
Posisi titik kontrol kemudian diukur dalam tiap scene dengan perkiraan ketepatan planimetris sekitar 0,25 piksel. Secara rata-rata, 26 titik bisa diukur dalam tiap scene. Titik kontrol akan didistribusikan ke seluruh area scene.
Pengukuran titik kontrol digunakan
untuk penyesuaian least-square pada parameter model dalam tiap scene. Sebagaimana
hanya 11 parameter model bebas yang telah disesuaikan, proses penyesuaian
melibatkan sistem over-determined yang tinggi (dengan 6 titik kontrol sistem
menjadi over-determined). Ini berarti bahwa residual error pada model setelah
penyesuaian memberikan perkiraan yang baik terhadap ketepatan model. Hasil dari
penyesuaian ditunjukkan dalam tabel berikut :
Untuk memperoleh verifikasi yang bebas
terhadap ketepatan produk akhir dibawah kondisi produksi normal, scene pertama
disesuaikan hanya dengan 9 titik kontrol. RMS error dalam scene akhir yang
telah direktifikasi kemudian dievaluasi dengan menggunakan 21 titik uji yang
independen terhadap titik kontrol. Hasil dari evaluasi ditunjukkan dalam tabel
berikut :
6. KESIMPULAN
6. KESIMPULAN
Hasil dari evaluasi model sensor
EROS menunjukkan bahwa scene EROS A1 bisa dikoreksi dengan ketepatan 1 piksel.
Kenyataan bahwa seluruh scene yang digunakan dalam pungujian memiliki residual
rms yang sama atau lebih rendah daripada 1 piksel (kecuali arah y pada scene 5)
menunjukkan kestabilan metode tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa
ketepatan subpiksel bisa diperoleh dengan setidaknya menggunakan 9 titik
kontrol dalam proses penyesuaian. Secara keseluruhan, ada suatu kemungkinan
untuk mengimplementasikan model EROS ke lingkungan produksi yang sebenarnya.
[1] T. Westin, "Precision
rectification of SPOT imagery", Photogrammetric Engineering & Remote
Sensing, Vol. 56, No 2, pp. 247-253. , 1990.
[2] T. Westin, "Photogrammetric Potential of JERS-1 OPS" International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing. Vol. XXXI, Part B4, Vienna, pp. 937-942, 1996.
[3] T. Westin, "Geometric rectification of European historical archives of Landsat 1-3 MSS imagery", Proceedings of the ISPRS workshop "Sensors and mapping from space 1999", Hannover, Germany, September 27-30, 1999.
[2] T. Westin, "Photogrammetric Potential of JERS-1 OPS" International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing. Vol. XXXI, Part B4, Vienna, pp. 937-942, 1996.
[3] T. Westin, "Geometric rectification of European historical archives of Landsat 1-3 MSS imagery", Proceedings of the ISPRS workshop "Sensors and mapping from space 1999", Hannover, Germany, September 27-30, 1999.
[4] T. Westin, "Geometric
modelling of imagery from the MSU-SK conical scanner", Bulletin SFPT, no
159, pp 55-58, 2000.
Satelit EROS B1 memiliki kemampuan,
antara lain:
1. Orbi
2. Masa Edar Satelit
3. Akurasi Mesin Satelit
4. Komunikasi dan Pembagian
Satelit tersebut mampu
mempublikasikan sebuah jaringan komunikasi dengan AAD atau PAS stasiun penerima
yang berlokasi pada radius lebih dari 2000 kms, pada band-X ( memberikan nilai
G/T dari antena darat yang sama atau melebihi 33 Dbi/K) dari ketinggian antena
3o diaatas horison, dibawah kondisi atmosfer yang sedang.
a.
Komunikasi Band-X
Jaringan komunikasi band-X yaitu
antara satelit dan stasiun penerima merupakan jaringan yang hanya akan
mentrasfer citra satelit pada stasiun yang telah ditentukan.
b.
Satuan Tugas Satelit
Permintaan pencitraan dari AAD atau
GRS, termasuk footprint citra tersebut, akan dikirmkan oleh GRS/AAD kepada DCS
berdasarkan basis periodikal untuk dapat diimplementasikan oleh GCS pada
program pecitraan satelit tersebut.
Selama satelit melewati GRS kesehariaannya, AAD (PAS) dari stasiun penerima akan menjalankan satelit tersebut dari horison ke horison dan mengambil citra-citra yang terkirim secara langsung oleh satelit tersebut.
Selama satelit melewati GRS kesehariaannya, AAD (PAS) dari stasiun penerima akan menjalankan satelit tersebut dari horison ke horison dan mengambil citra-citra yang terkirim secara langsung oleh satelit tersebut.
5. Pencitraan Performa pencitraan
dari kamera pankro-matik adalah sebagai berikut:
6. Karakter Citra-citra yang
Diproduksi
Karakter citra-citra yang diproduksi
adalah sebagai berikut:
7. Penyelamatan dengan Mode-Mode
Pengamanan
Satelit tersebut memasuki mode
pengamanan ketika mendeteksi berbagai kemungkinan kesalahan fungsi. Satelit
tersebut akan mampu mempertahankan mode ini untuk beberapa hari. Perubahan mode
pengamanan pada mode yang normal untuk beroperasi hanya dapat dilakukan dengan
campur tangan manusia dari GCS.
8. Ground Control Station
Sebuah GCS bertanggung jawab pada
sebuah satelit dalam memonitor dan menjaga termasuk juga mempertahankan control
orbit dan menejemen sistem sumber daya. GCS bertanggungjawab untuk
mengkoordinasi seluruh aktifitas-aktifitas bersama seluruh GRS.
Satelit EROS A memiliki kemampuan,
antara lain:
Satelit EROS A akan beroperasi pada
sebuah edar orbit dengan mengikuti parameter ketinggian : 480 km (TBF) ± 10 km,
sudut penyiaman 97.3o (TBF) ±0.04o, dan waktu lokal dari titik edar selatan
utara 10:30 a.m. (TBF) ± 15 min.
Perekaman ulang dari beberapa titik ketinggian di bumi
dengan sudut ± 15o selama ± 7 hari.Periode perekaman ulang dengan sudut ± 40o
garis lintang :
Sudut 30o 2 sampai 7 hari
Sudut 30o 2 sampai 7 hari
Sudut 45o 2 hari
Asalkan penyimpangan pada saat peluncuran kurang dari ± 60
km disekitar ketinggian orbit yang dinginkan dan kurang dari ± 0.1o pada
inklinasi orbit maka jumlah bahan bakar yang tersedia akan cukup bagi satelit
untuk beroperasi selama 4 tahun.
Total rata-rata akurasi satelit tersebut setidak-nya 90 %
pertahun selama 4 tahun periode pengoperasian. Kegagalan-kegagalan particial
dapat menyebab-kan degradasi secara perlahan pada performa misi.
Satelit tersebut mampu mempublikasikan sebuah jaringan
komunikasi dengan AAD atau PAS stasiun penerima yang berlokasi pada radius
lebih dari 2000 kms, pada band-X ( memberikan nilai G/T dari antena darat yang
sama atau melebihi 33 Dbi/K) dari ketinggian antena 3o diaatas horison, dibawah
kondisi atmosfer yang sedang
Jaringan komunikasi band-X yaitu antara satelit dan stasiun penerima merupakan jaringan yang hanya akan mentrasfer citra satelit pada stasiun yang telah ditentukan
Permintaan pencitraan dari AAD/GRS, termasuk footprint citra tersebut, akan dikirimkan oleh GRS/AAD kepada DCS berdasarkan basis periodikal untuk dapat diimplementasikan oleh GCS pada program pecitraan satelit tersebut.Selama satelit melewati GRS keseharian-nya, AAD (PAS) dari stasiun penerima akan men-jalankan satelit tersebut dari horison ke horison dan mengambil citra-citra yang terkirim secara langsung oleh satelit tersebut.
Performa pencitraan dari kamera pankro-matik adalah sebagai berikut
Satelit tersebut memasuki mode pengamanan ketika mendeteksi
berbagai kemungkinan kesalahan fungsi. Satelit tersebut akan mampu mempertahankan
mode ini untuk beberapa hari. Perubahan mode pengamanan pada mode yang normal
untuk beroperasi hanya dapat dilakukan dengan campur tangan manusia dari GCS.
Sebuah GCS bertanggung jawab pada sebuah satelit dalam
memonitor dan menjaga termasuk juga mempertahankan control orbit dan menejemen
sistem sumber daya. GCS bertanggungjawab untuk mengkoordinasi seluruh
aktifitas-aktifitas bersama seluruh GRS.
Kenampakan bumi disediakan dalam
misi satelit berawak dan pada awalnya satelit meteorology mendorong perkembangan
program Satelit teknologi sumber-daya bumi atau ERTS, Earth Resources
Technology Satellites. Program ini dikembangkan oleh NASA di Amerika, dan
secara resmi diubah menjadi program Landsat pada tahun 1975 untuk membedakannya
dari program satelit kelautan Seasat. Landsat merupakan satelit tak berawak
pertama yang dirancang secara spesifik untuk memperoleh data sumber daya bumi
dalam basis yang sistematik dan berulang. Landsat 7 dikontrol oleh USGS, yang
telah mengambil alih dari EOSAT.
"Landsat 7 diluncurkan pada
tanggal 15 Desember 1998. Landsat 7 dilengkapi dengan sensor Enhanced
Thematic Mapper Plus. Satelit Landsat 7 diluncurkan dengan ketinggian orbit
705 km. Orbit yang rendah ini dipilih untuk membuat satelit secara potensial
dapat dicari oleh pesawat ruang angkasa dan untuk meningkatkan resolusi tanah
pada sensor. Setiap orbit membutuhkan kira-kira 99 menit dengan lebih dari 14,5
orbit dilengkapi setiap hari. Orbit ini menghasilkan putaran berulang selama 16
hari, yang berarti suatu lokasi di permukaan bumi bisa direkam setiap 16 hari.
Landsat 7 tidak memiliki kenampakan off-nadir sehingga tidak bisa menghasilkan
cakupan yang meliputi seluruh dunia secara harian. Citra Landsat 7 ETM+ tampak
sama seperti data Landsat TM, yang keduanya memiliki resolusi 25 meter. Satu
layar penuh mencakup luasan 185 km2, sehingga sensor dapat mencakup daerah yang
besar di permukaan bumi.
Citra Landsat TM dan Landsat ETM+ memiliki persamaan, dimana keduanya memiliki ukuran piksel sebesar 25 meter. Bagaimanapun juga citra Landsat ETM+ memiliki band pankromatik yang mampu menghasilkan citra pankromatik dengan resolusi 12,5 meter. Hal ini memungkinkan untuk menghasilkan citra multispektral pankromatik yang dipertajam (citra gabungan pankromatik dan multispektral dengan resolusi spectral 7 band dan resolusi spasial 12,5 meter) tanpa merektifikasi citra yang satu ke citra lainnya. Hal ini disebabkan citra pankromatik dan multispektral direkam dengan sensor yang sama sehingga bisa diregister secara otomatis. Citra Landsat 7 juga memiliki band thermal yang dipertajam. Sensor ETM+ menggunakan panjang gelombang dari spectrum tampak mata sampai spectrum infra merah. Secara radiometric, sensor ETM+ memiliki 256 angka digital (8 bit) yang memungkinkan pengamatan terhadap perubahan kecil pada besaran radiometric dan peka terhadap perubahan hubungan antar band.
Band-band ETM+ berguna untuk mengkaji air, pemilihan jenis vegetasi, pengukuran kelembaban tanah dan tanaman, pembedaan awan, salju, dan es, serta mengidentifikasi jenis batuan. Sama dengan Landsat tTM, Landsat ETM+ bisa digunakan untuk penerapan daerah perkotaan, akan tetapi dengan resolusi spektral yang tinggi akan lebih sesuai jika digunakan untuk membuat karakteristik alami suatu bentang alam. Spesifikasi Teknis:
Citra Landsat TM dan Landsat ETM+ memiliki persamaan, dimana keduanya memiliki ukuran piksel sebesar 25 meter. Bagaimanapun juga citra Landsat ETM+ memiliki band pankromatik yang mampu menghasilkan citra pankromatik dengan resolusi 12,5 meter. Hal ini memungkinkan untuk menghasilkan citra multispektral pankromatik yang dipertajam (citra gabungan pankromatik dan multispektral dengan resolusi spectral 7 band dan resolusi spasial 12,5 meter) tanpa merektifikasi citra yang satu ke citra lainnya. Hal ini disebabkan citra pankromatik dan multispektral direkam dengan sensor yang sama sehingga bisa diregister secara otomatis. Citra Landsat 7 juga memiliki band thermal yang dipertajam. Sensor ETM+ menggunakan panjang gelombang dari spectrum tampak mata sampai spectrum infra merah. Secara radiometric, sensor ETM+ memiliki 256 angka digital (8 bit) yang memungkinkan pengamatan terhadap perubahan kecil pada besaran radiometric dan peka terhadap perubahan hubungan antar band.
Band-band ETM+ berguna untuk mengkaji air, pemilihan jenis vegetasi, pengukuran kelembaban tanah dan tanaman, pembedaan awan, salju, dan es, serta mengidentifikasi jenis batuan. Sama dengan Landsat tTM, Landsat ETM+ bisa digunakan untuk penerapan daerah perkotaan, akan tetapi dengan resolusi spektral yang tinggi akan lebih sesuai jika digunakan untuk membuat karakteristik alami suatu bentang alam. Spesifikasi Teknis:
ETM+ dirancang untuk mengumpulkan, menyaring, dan mendeteksi
radiasi dari bumi dalam petak seluas 185 km yang melewatinya. Viewing swath
dihasilkan oleh rata-rata system oscillating mirror yang menyapu
melewati jalur sebagaimana bidang pandang sensor bergerak maju sepanjang jalur
yang disebabkan pergerakan satelit. Data dari ETM+ merupakan output dalam dua
channel yang masing-masing pada 75 Mbps. Setiap channel berisi data dari
beberapa detector bersama-sama dengan data koreksi satelit (Payload
Correction Data/PCD), time stamp, dan status instrument. Data tiap
channel berisi :
Channel 1 = band 1-3 (visible), band 4 (VNIR), Band 5 (SWIR), Band 6 (LWIR), waktu, PCD, data status.
Channel 2 = band 6 (LWIR), band 7 (SWIR) dan band 8 (pankromatik), waktu, PCD, data status.
Channel 1 = band 1-3 (visible), band 4 (VNIR), Band 5 (SWIR), Band 6 (LWIR), waktu, PCD, data status.
Channel 2 = band 6 (LWIR), band 7 (SWIR) dan band 8 (pankromatik), waktu, PCD, data status.
Data dari tiap band bisa dipilih untuk menghasilkan output yang lebih tinggi atau lebih rendah, com-mandable setting untuk mengatur tegangan referensi mul-tiplexor. Band 6 muncul dikedua channel, dengan data di channel 1 berada dalam high gain dan data di channel 2 berada dalam low gain.
Sensor ETM+ ditambah dengan dua sistem mo-del kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari (dual mode solar calibrator system) dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi geometric (Hardiyanti, 2001). Range Spektral Landsat ETM+ adalah sebagai Berikut:
Ciri khas dari citra Landsat 7 dengan sensor ETM+ adalah
jumlah band yang terdiri dari delapan band. Band-band yang terdapat pada sensor
ETM+ mempunyai kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda dalam menangkap
gelombang elektromagnetik dan dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi seperti
pada tabel. Masih banyak kegunaan lainnya dari penggunaan Landsat 7 seperti
pada tabel. Tiap band pada Landsat 7 ETM + memiliki ukuran tersendiri.
Satelit EROS A (diluncurkan oleh
ImageSat pada tanggal 5 Desember 2000) merupakan satelit kecil LEO dengan
sistem kamera elektro optis tunggal. EROS A mampu memperoleh data citra
pankromatik beresolusi tinggi.
Program EROS terbentuk dari sebuah kumpulan enam EROS B
satelit pencitraan dengan resolusi tinggi, menggunakan sistem dan teknologi
angkasa MBT yang terkait dengan satelit-satelit orbit terendah bumi yang
terjamin. Kinerja dari EROS A1, program EROS pendahulu dan EROS B1, satelit
pertama dari konstelasi yang digambarkan dari dokumen ini. Walaupun satelit
EROS ditempatkan diorbit sun synchronous, oleh pembuat yang telah ditentukan,
design satelit ini juga dapat di operasikan pada orbit circular dengan ketinggian
antara 480 Kms samapi dengan 700 Kms, dengan sudut antara 40 – 130 derajat.
Satelit ini akan menghasilkan pencitraan digital pada bumi dari udara dan
mengirimkannya, secara secara langsung, sehingga sistem ini perlu untuk memilih
stasiun penerima di bumi.
Setiap satelit akan diaktifkan pada bentuk apapun dari tiga
bentuk operasinya, yang dinamakan SOP (system operating partner), PAS (priority
acquisition services), atau AAD (acqusition archiving and distribution),
seperti yang didefinisikan pada lampiran satu yang telah ditentukan.
Satelit EROS A dirancang untuk memperbesar fleksibili-tas dalam pembuatan dan penyesuaian rencana akuisisi citra harian.
Satelit EROS A dirancang untuk memperbesar fleksibili-tas dalam pembuatan dan penyesuaian rencana akuisisi citra harian.
Konstelasi satu satelit EROS A dan enam satelit EROS B akan
diluncurkan lima tahun yang akan datang. Seluruh satelit EROS akan menuju ke
orbit polar, yang sun-synchronous, sehingga seluruh citra yang direkam oleh
satelit akan diambil pada waktu lokal yang sama, setiap hari, bulan, dan tahun.
Periode orbital (waktu diambil untuk satu kali revolusi mengelilingi bumi)
untuk tiap satelit adalah 90 menit, dan berevolusi terhadap bumi sebanyak 16
kali dalam 24 jam,dengan melewati dua atau tiga hari terang setiap hari melalui
stasiun penerima bumi, tergantung posisi lintang stasiun.
Konstelasi akan menyediakan cakupan global, ditambah dengan
kenampakan khusus pada revisit harian suatu tempat. Kenampakan revisit harian
EROS akan tergantung pada berapa banyak satelit di orbit. Untuk satu satelit,
waktu respon rata-rata adalah 1,8 hari. Dengan 6 satelit, perekaman dapat
dilakukan setidaknya sekali dalam sehari untuk setiap lokasi tertentu dalam
daerah cakupan pada stasiun penerima bumi. Delapan satelit akan memungkinkan
merevisit lebih dari dua kali dalam sehari.
Satelit EROS A dan B1 dilengkapi dengan kamera perekaman
secara pankromatik, sehingga proses perekaman bergantung pada pergerakan
satelit. Satelit memiliki kemampuan perekaman off nadir lebih dari 45 derajat
dalam segala arah. Perekaman citra menggunakan teknik pushbroom. Satelit akan
mampu merekam permukaan bumi pada setiap putaran pada saat sudut matahari yang
melewati horison lebih dari 20 derajat.
TUGAS SISDAL &
INDERAJA
DISUSUN
OLEH:
MUCTHAR
ARIS GOHAN D1A009034
AGROEKOTEKNOLOGI
ILMU TANAH
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar